Jumat, 16 November 2012

Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu






Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.

Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonanapelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu diTel Aviv dimasukkan dalam fail lemari kantoragraria, serasa kebun kelapa dan pohon mang-gaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.

Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau  tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam,
di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan
kini ditetesi airmataku.

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu?

Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma,
lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya,
siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka
– tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya,
pembelit leher lawan mereka,
penyeret tubuh si zalim ke neraka.

Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu,
darah kamipun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi

‘Allahu Akbar!’dan ‘Bebaskan Palestina!’

Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta,
menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara,
membangkangi resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia,
membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda,
akupun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia:
doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, 
yang ditembaki dan kini dalam penjara,
lalu dengan kukuh kita bacalah : ‘laquwwatta illa bi-Llah!’

Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu?

Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku.

(Taufiq Ismail -1989)

Rabu, 14 November 2012

Resolusiku



ketika sebuah harapan dan "keinginan" Allah bertemu, maka inilah yang kita sebut realita...
hanya dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan yg terbaik buat kita (apapun itu), maka akan membuat kita tersenyum dan berkata, "terimakasih ya Allah"...

apa kabar resolusiku 1433 H?
berharap pelajaran ikhlas tak akan usai..

#menjelang 1 muharram 1434 H.
(kembali) luruskan niat, perkuat kesungguhan dan moga Allah memudahkan..

Selasa, 13 November 2012



Hidup memang bukan semata penungguan. 
Tapi ia adalah sebuah rentang yang harus diberi makna

Senin, 12 November 2012

Dari Kota Pahlawan Untuk Surodakan



Kota Surabaya, kota pahlawan. Tepat hari ini, 10 Nopember 2012 diperingati sebagai hari pahlawan. Langit hari ini sedang mendung, tapi tidak turun hujan. Aku siap memulai hari ini dengan 3 agenda, salah satunya rapat TPA Al Hikmah. Rapat dimulai jam 10.30, molor 30 menit dari jadwal yang direncanakan. Ada 6 orang yang hadir, 2 ikhwan dan 4 akhwat, 3 orang putra/i daerah trenggalek dan sisa dari kota asal yang berbeda. Konsumsi yang uenak pun menghiasi agenda syuro hari ini, brownies amanda dan buah kelengkeng. Nyam-nyam. hehe :D perkenalan masing-masing personil, rencana kedepan TPA, sharing info-info, dan pembentukan struktur tim ini. Ya, rapat kali ini adalah rapat perdana walopun TPA sudah di launching. Kog bisa? Kan harusnya rapat perdana dulu, setelah itu launching TPA? Idealnya memang seperti itu. Tapi karena kebutuhan TPA disana sudah mendesak, maka tanpa menunggu tim ini terbentuk TPA Al Hikmah sudah di launching. TPA Al Hikmah dilaunching tanggal 3 Nopember 2012 di Surodakan-Trenggalek. TPA ini berdiri atas ide dari Mei, dia putri daerah Trenggalek yang saat ini tinggal dan bekerja di Surabaya. Selama ini dia yang mengurus semuanya, mulai dari mengkomunikasikan ide ini ke tokoh agama disana, mencari pengajarnya, pengadaan logistik, sampai acara launching.

Aku bergabung dengan tim TPA ini karena pertemuan dengan Mei yang tidak sengaja. Senin sore tanggal 22 Oktober aku ditugasi oleh ibu Reni ke kantor PKPU untuk menyerahkan uang Qurban. Proses administrasi pembayaran Qurban saat itu dibantu oleh Mei. Sambil menunggu, aku berkenalan dengan dia, saling bertukar info tentang diri dan ngobrol ngalor ngidul. Sekitar 30 menit proses adminitrasi selesai, alhamdulillah. Lumayan lama. Hehe. Rencana untuk sampai di rumah sebelum adzan maghrib akan terealisasi. Saat detik-detik menjelang mau pamitan, Mei bercerita tentang TPA yang mau dirintisnya dan menyodorkan pertanyaan “mbk halimah kalo berminat, bisa bergabung”. Saat itu pikirku kalau yang dimaksd bergabung adalah menjadi donator. Belum sempat aku menjawab, Mei langsung menimpali, “bisa gabung jadi donator atau support ide”. Aku sangat mengapresiasi ide Mei ini, apalagi setelah mendengar cerita dia tentang kondisi masyarakat daerahnya yang kemudian menjadi alasan kuat untuk mendirikan TPA. Kalau di Surabaya nama Doly sudah sangat familiar, bahkan menjadi tempat prostitusi terbesar di Asia, daerah Surodakan ini bisa dikatakan tempat Doly-nya Trenggalek, pergaulan bebas dikalangan pemudanya sudah menjadi hal yang biasa. Masyarakatnya yang masih abangan dan dahulu daerah ini juga pernah menjadi basis PKI. Saat ini TPA yang tersedia, jaraknya cukup jauh dari daerah tempat keluarganya Mei tinggal, harus melewati jalan raya. Sehingga orang tua-orang tua disana khawatir jika melepas anaknya belajar ngaji di TPA tersebut, karena banyak kendaraan yang berlalu lalang. Berbeda dengan di Surabaya, banyak TPA yang tersedia dan hampir setiap masjid mempunyai TPA.
“insyaallah aku siap membantu, kebetulan aku punya rekan satu tim program tahsin dan tahfidz yang juga asalnya dari Trenggalek. Nanti aku share ke beliau, insyaallah beliau mau bantu” ucapku saat itu ke Mei. Karena sama-sama putra daerah Trenggalek, pikirku sangat tepat jika aku sampaikan hal ini ke rekanku itu.

Hari itu juga kuceritakan tentang pertemuanku dengan Mei dan rencana pendirian TPA Al Hikmah. Alhamdulillah mendapat respon positif dan kesediaan untuk menjadi donator. Idul Qurban kemaren, beliau dan 3 orang temannya yang juga bersedia menjadi bagian dari tim ini, sempat survey dan silaturohim dengan mbah Tulus dan keluarganya. Mbah tulus ini adalah tokoh sesepuh disana. Menantu perempuannya yang menjadi pengajar TPA Al Hikmah. Dulu mbah Tulus pernah mendirikan TPA disana, namun akhirnya bubar karena putra/i-nya sudah tidak tinggal disana lagi.

Satu lagi kesempatan yang diberikan oleh Allah kepadaku untuk menjadi bagian dari mereka yang ingin menebar kebaikan. Mereka yang peduli dengan anak-anak, supaya anak-anak mengenal Kalam-Nya, belajar tentang islam sehingga nantinya anak-anak inilah yang akan menjadi generasi Qur’ani. Insyaallah.

"Jika kita melakukannya dengan niat tulus, Allah akan membalasnya dengan kebahagiaan yang tidak bisa dibeli. dan efek positif paling simpel--kalau soal kebahagiaan ini terlalu abstrak, Allah akan membalasnya dengan membukakan pintu-pintu silaturohim, pintu-pintu rezeki, pintu-pintu kesempatan, dan pintu-pintu pemahaman baik" -Darwis Tere Liye-


Al Hikmah Surodakan-Trenggalek Crew's:
Ketua: Galuh Gondokusumo
Sekretaris: Lia Agustina
Bendahara: Meiy Saroh
Program: Ika, Halimah, Sucipto Rahayu
Teman-teman yang tidak bisa hadir rapat, siap berperan dimana aja ya J


Semangat Hari Pahlawan, 10 Nopember 2012

Tafsir At Taubah


Majelis Jejak Nabi November, Tafsir QS. At Taubah 128-129
by Kartika Ratna Pratiwi on Saturday, November 10, 2012 at 12:36am ·

Ada tiga akhlak asasi pada diri Rasulullah, yang apabila akhlaq ini dimiliki oleh seseorang, maka ketika ia menjadi pemimpin, ia akan ditaati dan dihormati orang yang dipimpinnya, ketika ia menjadi pembicara, ia akan menjadi pembicara yang mengagumkan dan menggerakkan, dan ketika ia menjadi panglima, maka ia akan menjadi panglima yang dicintai oleh anak buahnya bahkan melebihi kecintaan mereka sendiri kepada diri mereka. 
Ketiga akhlak asasi Rasulullah itu ada pada surat At Taubah 128:
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, serta penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
1. Merasa berat terasa terhadap apa yang membebani orang-orang yang dipimpinnya.
Dalam shirah diceritakan Rasulullah selalu berusaha merasakan hal yang sama atau bahkan lebih berat daripada beban dan penderitaan para sahabat,padahal sebenarnya beliau bisa saja meminta dan mendapatkan apa-apa yang beliau inginkan dari para sahabat yang sangat mencintainya. Ketika mendapat hadiah pun beliau selalu mengajak semua sahabat untuk menikmatinya bersama. Contoh : pada saat perang Khandaq, ketika para sahabat mengganjal perutnya dengan satu batu untuk sedikit menyamankan perut mereka yang kelaparan, ternyata Rasulullah pun mengganjal perutnya dengan dua batu karena sesungguhnya beliau lebih kelaparan daripada mereka. Ketika Abu Thalhah yang ingin memasakkan kambing untuk Rasulullah kemudian menyampaikannya diam-diam kepada beliau, Rasulullah malah mengumumkannya kepada para sahabat agar dapat menikmatinya bersama. Padahal saat itu Abu Thalhah hanya memasakkan 1 ekor kambing kecil, karena memang hanya itu yang ia punya sehingga ia hanya menawarkannya pada Rasulullah. Namun atas ijin Allah, makanan itu cukup untuk 3.000 pasukan di perang Khandaq, meskipun hal ini tidak tejadi setiap hari :) , hanya pada ‘hari-hari istimewa’ yang dikehendaki Allah.
2. Sangat menginginkan sekali hidayah atau keimanan bagi umatnya
Kisah sikap Rasulullah kepada penduduk Thaif mengajarkan kita makna kesabaran dalam berdakwah dan pentingnya menanamkan keinginan yang besar agar hidayah datang kepada orang yang kita dakwahi. Sebuah akhlaq yang sangat agung pada diri Rasulullah ketika dakwah beliau ditolak, kemudian beliau dicaci, dihina dan dilempari batu hingga berdarah-darah oleh penduduk Thaif: 
a. Bila itu terjadi pada kita, yang kita adukan kepada Allah kemungkinan adalah beratnya beban dan penderitaan tersebut, pertanyaan kenapa bantuan dari Allah tidak kunjung datang, dll. Namun apa yang manusia agung itu adukan pada Allah? Sambil kelelahan dan duduk di bawah sebuah pohon,yang Rasulullah adukan kepada Allah adalah pengakuan beliau kepada Allah atas kelemahannya dan masih sedikitnya upaya yang bisa beliau lakukan untuk mendakwahi penduduk Thaif. Subhanallah..
b. Saat malaikat yang diutus Allah untuk melakukan apapun yang Rasulullah kehendaki bagi penduduk Thaif datang, kemudian menawarkan untuk menghancurkan penduduk Thaif, beliau menolaknya, beliau memaafkannya, bahkan beliau berharap di kemudian hari dari rahim penduduk Thaif lahir orang-orang yang beriman kepada Allah. Lalu waktu akhirnya menjawabnya dengan lahirlah Khalid bin Walid yang kemudian mendapat julukan Pedang Allah karena ia kemudian menjadi panglima perang yang strateginya selalu dapat mengalahkan musuh-musuh Allah, padahal faktanya ia adalah putera dari Walid bin Mughiroh yang merupakan salah satu penduduk Thaif yang memusuhi Rasulullah dan gencar menyampaikan bahwa Al Qur’an adalah shir yang dipelajari oleh orang-orang Islam. Ini adalah bukti bahwa Rasulullah sangat menginginkan sekali keimanan dan keselamatan bagi umat yang didakwahinya. Kecintaannya ini mengalahkan rasa sakit dan pedih yang beliau rasakan.
3. Penyantun dan penyayang kepada orang-orang mukmin
Beberapa contoh kisah kelembutan dan rasa sayangnya Rasulullah kepada para sahabat:
a. Beliau pernah menasehati Abdullah bin Umar dengan cara yang sangat halus. Caranya beliau berkata kepada para sahabat yang lain bahwa “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar andai ia mau shalat malam”. Akhirnya para sahabat pun berlomba-lomba menyampaiakannya kepada Abdullah bin Umar, awalnya meski sempat tersentak namun juga terharu karena dikatakan lelaki terbaik, Abdullah yang mendengar itu pun akhirnya tidak pernah lagi meninggalkan 1 malam pun tanpa shalat malam hingga akhir hayatnya.
b. Rasulullah hanya tersenyum saja saat para sahabat pernah bercanda bersama dengan saling melempar semangka. Karena meski hal itu mereka lakukan, sesungguhnya keimanan yang ada di dada mereka tetap menggunung. 
c. Pada waktu yang lain, ada seorang sahabat yang bercandanya agak keterlaluan. Saat itu ia sedang agak kesal dengan salah seorang sahabat yang lain, maka ia akhirnya mengerjainya dengan menjualnya kepada salah seorang pedagang. Ia malah menjelaskan kepada pedagang itu bahwa sahabatnya itu adalah budak yang agak susah diatur, maka ia menjualnya dengan harga yang murah saja, dan jangan percaya kalau ia nanti mengatakan ia bukan budak, karena ia memang susah diatur. Namun setelah itu ia mengaku kepada Rasulullah bahwa ia baru saja menjual sahabatnya, mendengar itu pun Rasulullah tersenyum, lalu akhirnya memanggil pedagang yang membeli sahabat yang tadi dan berkata, “Biar saya beli budakmu yang terus meronta-ronta itu 10 kali lipat dari harga yang kau keluarkan.” Lalu beliau mengumpulkan uang dan membelinya. ^_^
d. Ada juga seorang sahabat yang pernah ‘berbuat ulah’. Ia menyembelih unta milik sahabat lain yang sedang ditambat di depan masjid. Saat tahu untanya disembelih orang lain tanpa ijin dulu kepadanya, ia kaget dan menanyakan mengapa hal itu dilakukan. Dengan santainya,sahabat yang masih menguliti unta yang bukan miliknya itu berkata, “Tenang saja, nanti orang yang menjadi imam di masjid itu yang akan membayarnya.” Setelah mengetahui itu pun Rasulullah ikut tersenyum karena kejailan sahabat tersebut lalu kemudian membereskan masalah itu.
Nah, yang luar biasanya, meski ketiga akhlaq agung itu sudah dimiliki oleh Rasulullah, Allah masih mengingatkan lagi kepada beliau masih ada kemungkinan berpalingnya orang-orang yang beliau dakwahi dari hidayah (apalagi kita yang mungkin belum memiliki ketiga akhlaq di atas), di ayat selanjutnya yaitu QS. At Taubah 129:
” Maka jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah (Muhammad), ‘Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arsy (singgasana) yang agung.”
Ibnu Mubarak dalam tafsirnya tentang Surat At Taubah ayat 129, menjelaskan bahwa makna ‘cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Ia’ adalah:
1. Bila engkau menyibukkan dirimu dengan urusan akhirat, maka Allah akan mencukupkan urusan duniamu
2. Bila engkau memperbaiki aib-aib yang tersembunyi dalam dirimu, maka Allah akan memperbaiki yang tampak pada dirimu
3. Bila engkau memperbaiki hubunganmu dengan Allah, maka Allah akan memperbaiki hubunganmu dengan manusia.
Maka cukuplah Allah saja bagi kita dan berserah diri kepada Allah atas segala usaha beramal shalih yang telah kita lakukan adalah sesuatu yang wajib dilakukan.
Wallahu ‘alam bi showab.
~Semoga bermanfaat, bagi yang ikut kajiannya bisa bantu mengoreksi atau menambahkan~
Majelis Jejak Nabi bulan November by Ustadz Salim A. Fillah at Masjid Al Falah Surabaya
9/11/12 (menjelang hari pahlawan)

Kamis, 08 November 2012

karena coklat


"mbak, ini buat mbak2nya". sambil menyodorkan kresek putih, ada 6 buah bungkus hadiah di dalamnya. setelah terbagi rata, 1 orang di sebelah kiriku membukanya, isinya coklat. beberapa menit kemudian terdengar suara heboh di sebelah kananku, orang kedua di sebelahku juga membuka hadiah tersebut, ternyata selain isinya coklat juga ada surat cintanya. kami berlima pun membaca bersama isi suratnya. so sweet kalimatnya. ada-ada saja "mereka". *sambil geleng2 kepala.

-di sebuah bangunan warna hijau lantai 2, bersama tuk membahas kerja nyata-
08112012

Senin, 05 November 2012

Taman Surga Itu Bernama Asy-Syifa


Taman, di manapun, selalu diasosiasikan sebagai tempat yang indah, penuh warna, dengan ragam pepohonan dan bunga warna-warni, harum semerbak; baik ia ada di depan atau belakang rumah mewah; baik ia ada di sekeliling istana para raja; atau mungkin ia merupakan tempat tersendiri yang sengaja dirancang sebagai tempat rekreasi dan wisata. Taman selalu diasosiasikan dengan keindahan. Tak ada taman yang diasosiasikan dengan keburukan. Demikianlah realitas taman di dunia ini. Namun demikian, seindah apapun taman di dunia tak pernah ada yang kemudian disebut dengan 'taman surga'.

Dari Anas bin Malik radhiyallohu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “jika kalian melewati taman-taman surga maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya, “Apakah taman-taman surg` itu?”Beliau menjawab, “Halaqoh-halaqoh (majelis-majelis) dzikir.” (HR. at-Tirmidzi)

Subhanallah. Taman surga sungguh menakjubkan. Betapapun indah orang melukiskannya, tetap saja benak kita sebagai manusia tak mampu membayangkannya.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah menggambarkan dalam bukunya Hadil Arwaah lla Biladil Afrah,yang terjemahannya berjudul Tamasya ke Surga.
Taman surga bangunannya tersusun dari batu-bata yang terbuat dari emas dan perak. Dinaungi oleh Arasy Ar-Rahman. Pepohonannya dari emas dan perak sebening kaca. Buah-buahannya lebih lembut dari keju dan lebih manis dari madu; sungai-sungainya mengalirkan susu, madu dan arak yang tidak memabukkan; kendaraannya kuda dan unta bersayap yang terbang mengantarkan kemana pun pengendaranya suka; dan segala kenikmatan dari semua kenikmatan yang tidak terbayangkan.
Apalagi bila Allah menyingkap tirai-Nya, dan memperlihatkan Wajah-Nya yang Agung, itulah nikmat nomor satu yang mengatasi segala nikmat di surga.

Orang-orang yang duduk bersama untuk membaca dan mempelajari Al Quran oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disetarakan dengan taman surga. Yaitu salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkan.

Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda,”Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no. 225; dan lainnya].

Menikmati taman surga itu, di sebuah rumah Allah, terlihat kumpulan-kumpulan orang-orang yang duduk melingkar. Satu kelompok, dua kelompok, tiga kelompok bahkan sampai empat kelompok. Ada yang disebelah timur, utara, dan di sebelah selatan. Yang terdengar hanyalah ayat-ayat cinta-Nya. Dengan suara lantang dan bersemangat layaknya anak-anak madrasah, agak lantang, dan ada juga yang seperti orang yang sedang berbisik, mereka sedang muroja’ah.

Orang-orang ini tampak bersemangat, dari raut wajahnya ada pantulan keceriaan. Tapi tak jarang juga nampak wajahnya yang sedang “mendung” karena tak bisa menambah “setorannya” atau mungkin karena hanya satu halaman saja. Subhanallah, apapun yang terpancar dari mereka, tetaplah mereka adalah orang-orang yang insyAllah Allah mencintainya.

Pemuda, pemudi, bapak-bapak, ibu-ibu semuanya duduk bersama dalam lingkaran ini. Anak-anak seusia sekolah dasar juga tak kalah mau sama ummi dan abinya (ibu dan ayah). Tak jarang juga seorang ummi mengajak balita-nya untuk menemaninya dan sekaligus mengenalkan dunia ummi dan abinya ini, ya mereka ingin mengenalkan taman surga ini kepada putra dan putrinya. Kelak mereka jugalah yang akan menjadikan taman surga ini sebagai “tempat bermain” mereka.

“huruf (hijaiyah) zain, sien, dan shot , tempat keluar huruf di ujung lidah bawah yaitu ujung lidah bertemu dengan ujung gigi seri bawah (sambil menunjukkan lidah dan gigi serinya)” seorang ustadz tampak menjelaskan makharijul huruf. Santri-santri dengan seriusnya melihat dan mendengarkan penjelasan sang ustadz ini. “sekarang mari kita ucapkan bersama-sama huruf ini” perintah sang ustadz kepada santri-santrinya.

Di sebelah utara, terlihat seseorang berhadapan dengan ustadzahnya, “wa la taqulu liman yuqtalu fi sabilillahi amwat,........................ “ seseorang ini nampak memulai setorannya. Dan yang lain nampak seperti orang yang komat-kamit (membaca pelan) sesekali melihat mushafnya, ada juga yang berpasangan saling mendengarkan murojaahnya. “sering-sering di murojaah-i (di ulang-ulang) ya..” pesan ustadzah kepada santrinya ini.

Subhanallah, inilah salah satu “taman surga” itu. Sungguh setiap yang ada di dalamnya sangat merindukannya untuk kembali singgah dan “bermain” disana.

Menikmati taman surga, asy syifa.



*note yang aku posting di FB 4 nopember 2011, tepat satu tahun lebih satu hari. Asy Syifa adalah nama sebuah masjid, tidak berlebihan jika aku menyebutnya sebagai Taman Surga. Karena di masjid inilah orang-orang yang ingin menjadi sahabat Al Qur'an berkumpul, menyetor hafalannya dan belajar membaca Al Qur'an (tahsin). 

Ada Cinta Di Sebalik Gua


True love doesn’t need words,
True love can speak for it self.
Cinta sejati tak perlu ‘dikatakan’,
Karena cinta yang sebenar-benar cinta
Bisa berbicara tentang dirinya sendiri
( Jodie Lake )

Orang boleh mengobral kata ketika mengunkapkan rasa cinta. Orang-orang sah-sah saja menulis berlembar surat dan menumpahkan segala perasaan cintanya pada seseorang lewat tulisan itu. Tetapi jika semuanya berhenti hanya dalam bentuk demikian, maka rasa cinta itu tak lebih dari sebatas artifisial belaka. Ia cinta cap tong kosong. Rapuh dan hanya nyaring bunyinya.

Karena itu, cinta pada hakikatnya adalah pengorbanan. Tak ada cinta tanpa pengorbanan. Postulat ini sudah mendarah daging dalam jagad percintaan. Cinta karenanya bukanlah jalan di tempat. Ia harus bergerak. Ia harus dibuktikan. Itulah mengapa seseorang rela menyelam ke dasar lautan, terbang menembus batas langit, berjalan bermil-mil mengitari bumi hingga ke ujungnya karena cinta yang sedemikian.

Dan puncak dari pengorbanan itu kiranya adalah pertaruhan nyawa. Puncak pengorbanan adalah ketika nyawa direlakan untuk keselamatan yang dicinta. Cinta ibunda kepada anaknya adalah contoh yang paling nyata. Saat melahirkannya, sang bunda ikhlas sepenuh hati seandainya terambil nyawanya sekalipun, asal anak yang dikandungnya selamat terlahir ke dunia.

Adakah pengorbanan demi cinta yang lebih besar dari itu semua?
Abu Bakar mendemonstrasikan cinta yang tak terukur itu empat belas abad yang lalu. Dalam gelap gua. Ia rela menahan perih dan lara yang tak terkira. Lebih dari itu, ia ikhlas meregang nyawa ketika bisa ular itu bekerja menyusuri aliran darahnya hingga membuat bengkak di kakinya, hanya karena tidak ingin tidur Rasulullah, seorang yang dicintinya melebihi siapapun, terusik di atas pangkuannya. Ia mengorbankan nyawanya hanya karena “takut membangunkan” Rasulullah! Amboi, betapa tidak sepadannya antara nyawa dan tidur terusik??

Tidaklah heran jika sahabat yang satu ini sangat tinggi kedudukannya di mata Rasulullah SAW, dan para sahabat. Kepadanyalah kita patut belajar tentang cinta.
Fajar menyingsing. Sinarnya membelah gelap malam dan menerobos masuk ke celah-celah gua itu.
Rasulullah pun memeriksa bengkak luka di kaki Abu Bakar. Ia lantas mengusap luka itu perlahan dengan tangannya yang lembut. Seketika itu juga lenyaplah segala perih. Hilanglah bengkak luka itu. Abu bakar merasakan kakinya telah kembali seperti semula tanpa sakit yang tersisa.
Kemudian Rasulullah melihat pakaian sahabatnya yang telah habis terkoyak itu. “Mengapa pakaianmu, wahai Abu Bakar?”
Abu Bakar pun menceritakan semuanya yang telah terjadi.
Demi mendengar cerita lelaki budiman itu, Rasulullah pun mengankat tangan seraya mengucap doa, “Ya Allah! Jadikanlah Abu Bakar kelak di Hari Kiamat pada derajat (pangkat) ku!”

-Jejak-jejak Surga Sang Nabi-

Menjadi Saksi Sejarah


Terik matahari di hari ahad ini, aku melihat senyum merekah di wajahmu. Kau tampak sangat cantik dengan balutan kebaya putihmu. Duduk disebelahmu seorang pemuda yang telah kau pilih untuk membersamaimu menggenapkan separuh dienmu, seorang yang menggantikan tanggung jawab ayahmu, dan dengannya kau akan bersama-sama menggapai jannahNya. Insyaallah.
Masih teringat jelas dalam benakku, sekitar 24 purnama yang lalu. Saat itu kau harus memendam perasaan dan gejolak hati pada seorang pemuda. Aku tau, sesungguhny kau sangat tak menginginkan rasa itu hadir kan? Hingga pernah terbesit kau ingin keluar dari tempat kerja kita (saat itu). Kau tak sanggup bertemu dengannya, karena hal itu membuatmu tak bisa membendung rasa yang sudah terlanjur hadir. Kondisi itu menyeretku menjadi orang yang berada ditengah-tengah kalian berdua. Bukan inginku, terlebih karena dia teman baikku dan kau juga. Menjadi fasilitator atas “konflik hati” kalian berdua. Sungguh tak enak rasanya menjadi “pihak tengah”, disisi lain karena aku juga seorang perempuan yang manusiawi menginginkan rasa kita tak bertepuk sebelah tangan, tapi disisi lain aku juga tak bisa “memaksa” sebongkah hati dia untuk menyambut rasamu padanya, bukan karena kau tak sholihah teman! Tapi saat itu dia belum berencana menikah dalam waktu dekat karena harus menyelesaikan studi (lanjut) S1 nya sebagai syarat dari ortunya. Apalagi ketika kau bilang bahwa aku lebih cocok jika disandingkan dengan dia, ketika aku tanya kenapa? Kau menjawab bahwa kami sekufu, sama-sama ini dan itu. Kau tidak tau, sebenarnya ketika aku menjadi “pihak tengah”, hingga kabar tentang aku, kau dan dia seperti menjadi sebuah “tema bahasan” di teman-teman kerja kita, membuat otak dan hatiku berkecamuk.
Sering aku melihat semburat wajahmu yang mendung kala itu, pasti kau sedang berperang dengan hatimu sendiri, juga melawan kecemburuanmu, kecemburuan karena anggapanmu tentang “kekompakan” aku dan dia. Masih ingat dengan kecemburuanmu yang saat itu tidak sengaja aku dan dia memakai baju yang warnanya sama-sama merah marun? Kau sempat menyeletuh, “kalian kompakan bajunya ya?”, dan masih banyak hal-hal kekompakan kami berdua yang sebenarnya tidak sengaja, tapi karena dangan asumsi-asumsimu, menjadi penyebab dirimu cemburu padaku.
Orang yang memendam perasaan seringkali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian disekitarnya untuk membenarkan hatinya. Sehinggga suatu ketika ia tidak tahu lagi mana simpul nyata dan mana simpul yang dusta.

Kata teman-teman dan kau, aku dan dia banyak persamaan, mungkin itu bisa terjadi karena dulu ketika kami dikampus, walaupun beda angkatan kami sama-sama pernah dibesarkan di organisasi yang sama (aku dan dia baru mengenal ketika kami ditempat kerja yang sama), dan otomatis kami mengalami pola pengkaderan yang sama. Setiap kali kau bertanya padaku tentang aku dan dia, aku selalu menyakinkanmu bahwa tidak ada yang perlu kau risaukan tentang kami. Hingga pada batas asamu, saat rasa itu benar-benar tidak bersambut, kau menyampaikan padaku bahwa kau  akan menikah setelah aku, dia menggenapkan dien.  
Subhanallah, ternyata Allah berkehendak lain. Hari ini sejarah telah mengunkapnya, takdir Allah berkata bahwa kau yang lebih dulu menggenapkan dien-mu. Bahagia tak terkira rasanya ketika mendapat kabar darimu. Kau telah menemukan labuhan hatimu, bukan dia tapi pemuda yang insyaAllah lebih tepat menjadi imammu. Sepenuh harapan dan doa teriring untukmu dan pemuda sholih itu (insyaallah). Barakallahulakuma wabaraka ‘alaikuma wajama’a bainakuma fii khoir. Sakinah, Mawaddah. Warahmah semoga senantiasa melingkupi keluarga barumu.
Menjadi saksi sejarah, 281012

Rabu, 10 Oktober 2012

Izinkan Aku Meminangmu*


Perempuan sepertiku tak banyak.
Jangan tertipu oleh angka statistic yang mengatakan, perbandingan lelaki dan perempuan melebihi 1 : 4. Ada banyak kaum hawa di luar sana, tetapi percayalah, yang sepertiku hanya terbatas jumlahnya. Kalau kau bertanya-tanya, seperti apakah aku hingga sedemikian yakinnya, silakan renungkan.

Aku dan Dirimu
            Antara aku dan dirimu dibatasi oleh rasa malu dan cinta.
            Aku mencintai Robb ku melebihi segalanya, setingkat di bawahnya adalah lelaki paling mulia bernama Muhammad ibn Abdillah Saw. Setingkat di bawahnya adalah para shahabat, para salafus sholih. Setingkat di bawahnya lagi adalah para ulama dan ustadz di zaman ini yang selalu menyiangi taman hatiku dengan nasihat mereka. Layer terbawahnya adalah dirimu.           
            Jangan khawatir, aku selalu menyisihkan waktu untuk mendoakanmu menjadi pemimpin sejati, meski porsimu hanya kecil di hatiku.
            Cintaku padamu, meski tak mutlak, tetap utuh dan sempurna. Sebab ia disempurnakan oleh rasa malu. Malu pada Robb ku jika aku masih meminta sesuatu pada sesuatu selain dariNya. Malu pada Nabiku yang dalam pikirannya hanya terpikir ummat, ummat, ummat; tak tersedia secuil hasrat cinta picisan yang mungkin, sesekali masih menghampiri makhluk sepertiku.

Aku dan Ilmu
            Untuk lebih memahami dunia dengan segala permasalahannya, kapal besar yang akan membawa kita menuju negeri abadi, aku membutuhkan ilmu pengetahuan. Karenanya jangan heran, bila sebagian besar waktuku selain terisi oleh ibadah mahdhoh dan nawafil; kupergunakan untuk menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang berada di majelis para sholihin atau di bangku akademis.
            Jika, kemudian aku tak menemukanmu, pada akhirnya ilmu pengetahuan kukejar demi mempersiapkan sumbangsihku yang lebih besar bagi umat. Jangan salah berpikir mengapa aku sibuk mengejar ilmu, strata satu, dua, tiga hingga ke negeri seberang. Sebab aku tak mau terlalu resah, sibuk memikirkanmu. Waktuku terlalu berharga untuk menangisimu. Ummat masih menanti muslimah sepertiku, berkiprah menyelesaikan masalah-masalah yang semakin berkembang dan kompleks dari waktu ke waktu.

Aku dan Dakwah
            Aku masih belum selevel  bunda Aisyah ra yang menghafal ribuan hadits. Belum selevel  Jahanara, putri Shah Jahan yang menelusuri jalan tasawuf usai bertikai dengan Aurangzeb, penguasa dinasti Mughal. Belum setara dengan Tawakkul Karman, peraih nobel perdamaian. Belum setara dengan Zaynab Al Ghazali atau Lathifah as Shuli, perempuan terhormat dalam pergerakan di Mesir.
            Tapi benakku dipenuhi bagaimana mengentaskan muslimah kampus agar lebih memahami Islam secara utuh, bagaimana mengentaskan ibu-ibu dari keterpurukan ekonomi, bagaimana agar anak dan remaja tidak tumbuh di jalanan. Bagaimana agar kita punya kontribusi pada kehidupan bangsa dan negara.
            Dirimu, berada pada layer terakhir di benakku. Tentu, terselip keinginan untuk meraih tanganmu, bersama menapaki jalan yang penuh onak duri tetapi juga dipenuhi harapan dan kesempatan luas terbentang.

Aku dan Waktu
            Aku tahu, hidup dibatasi waktu.
            Setiap tahapan usia memiliki tugasnya masing-masing.
            Tapi aku tak mau dibatasi oleh budaya yang mengatakan bahwa usia lah yang memastikan perempuan harus memasuki usia pernikahan. Tak ada yang mampu memaksakan usia. Siapa dapat memastikan aku memilikimu di usia 20, 23, 25, 30 atau 38 bahkan 40 nanti?
            Aku tak memusuhi waktu, sebab, ia adalah salah satu sumpah Tuhan dalam al Ashr. Aku, bersahabat dengan waktu. Tak akan kuhitung tahun, bulan, pekan, hari apalagi detik hanya untuk memuja namamu dan menantimu mengetuk pintu rumah orangtuaku.
            Kau ada di sini, dalam hatiku, tetapi kusimpan rapi dan kulipat baik-baik dengan lapisan cinta dan malu. Aku tak akan memaksakan waktuku padamu, padaku, atau pada siapapun sebab setiap kejadian memiliki dimensinya sendiri-sendiri.             Waktu yang kumiliki `kan kuisi dengan sebaik-baik bekal, bagai backpacker yang mempersiapkan isi ranselnya dengan perkakas yang penting dan tepat. Lebih baik kuiisi waktu dengan menghafal Quran, membaca buku-buku, mengkaji ulang catatan pengajianku , berburu ladang dakwah baru, berbakti pada orangtuau, mengasuh adik-adikku dan bersilaturrahmi dengan karib kerabat; dan tentu saja, mengisi dahaga akan ilmu.

I am and Somewhere Out There
            Aku, tak sama dengan perempuan yang kau temui di jalan-jalan. Yang menghabiskan waktu di depan cermin dengan mematut diri, berhitung, klinik kecantikan mana lagi yang bisa dikunjungi. Aku, tak sama dengan perempuan yang sibuk berhitung, kelak suamiku berpenghasilan berapa sehingga mengajakku keliling Eropa?
            Aku tak ada di cafe, when night is still young.
            Aku tak ada di mall ketika di akhir pekan, berburu tas Hermes dan sepatu atau discount baju.
            Aku tak selalu ada di dunia maya, memandangi wajah kharismatikmu  di foto profil , yang sering melempar nasehat berharga dan banyak gadis terhenyak dibuatnya.
            Kalau kau mau mencariku, jasadku berada di belantara ladang-ladang dakwah. Di masjid, di perpustakaan, di kampus, atau menghabiskan waktu bersama teman-teman kampus; bersama kaum perempuan dan anak-anak, berbagi ilmu. Kalau kau mencariku, ruhku berada di outer space, ketika sepertiga malam. Mungkin kau bisa menemuiku di sana, saat kita tengah bermunajat bersama – meski tempat berbeda.
            Ketika gelombang elektromagentik cinta kita beradu dalam aura makrokosmos yang sama.
            Aku, berbeda dengan perempuan yang biasa kau temui.
            Maharku mungkin murah.
            Tetapi nilaiku, tak setara dengan emas yang kau bayarkan, insyaAllah.

            Jadi, kuharap kau mengerti.
            Kalau aku tak akan berkeliaran mencarimu, mengejar-ngejarmu.
            Semakin lama kau menunda waktu, memperpanjang list yang kau gunakan untuk meminang bidadarimu : yang cantik, yang mapan, berkarir, lulus dengan pendidikan strata tertentu, dari kalangan terhormat.
            Aku, biasa-biasa saja. Kecantikan istimewaku pada busana rapi dan kerudung yang kukenakan; pada lisan yang  kuusahakan bertutur dengan isi yang bernas. Kedua orangtuaku hanya orang biasa, dan aku adalah tonggak keluarga. Aku mungkin tak akan membuat heartbeat mu berdetak ribuan kali lebih cepat.
            Aku, mungkin hanya menawarkan sedikit. Untuk menghidupkan malammu. Untuk menjaga kehormatan, dunia dan akhiratmu. Pemikiran dan senyumku, semoga kelak bisa menaungi hatimu yang resah dan kelelahan. Jika, kau masih memimpikan daftar penantian akan bidadarimu, silakan. Mungkin namaku tak masuk disitu.
Meski waktu bersanding kegelisahan dan lelah; semakin aku tangguh dan kuat dalam penantian serta munajat kepadaNya.
Aku yakin, Ia akan memilihkan seseorang yang tepat dan baik untukku, mungkin itu bukan dirimu. Aku justru mengkhawatirkan dirimu, yang terlalu lama menunda dan menanti, membuat daftar yang semakin panjang; maka kau tak akan mendapatkan perempuan sepertiku. Sebab semakin lama, bukan diin atau dakwah yang menjadi pertimbanganmu. Dunia dan kecantikan, yang kau sebut-sebut diperbolehkan oleh baginda Rasul Saw, membuatmu semakin pemilih.
Aku punya sebuah kisah yang mungkin layak disimak utntuk pemuda sepertimu.

**************

Ahmad bin Aiman, sekretaris Ibn Thulun datang ke Bashrah. Ia disambut oleh Muslim bin Umran, saudagar terkaya . Muslim bin Umran, bukan hanya kayaraya tetapi juga tampan dan kharismatik.  Dalam jamuan makan kebesaran, datanglah kedua anak Muslim bin Umran. Mereka berdua sangat sopan santun, ingin berbicara dengan ayahnya dan menunggu kesempatan sang ayah datang. Ketampanan kedua anak itu mencengangkan para tamu, bukan itu saja, sikap yang sangat serasi antara akhlaq, pakaian dan rupanya membuat para tamu berbisik.
“Subhanallah,” decak Ibn Aiman. “Ibu anak ini pasti melebihi bidadari kecantikannya!”
Muslim bin Umran hanya tersenyum mendengar pujian para tamu dan berkata,” aku hanya ingin mengharapkan anda memintakan perlindungan Allah untuk mereka.”
Seluruh tamu penasaran dengaa kehidupan pribadi Muslim bin Umran, apalagi dengan kebahagiaan yang terlimpah demikian sempurna. Mereka memuji,  megatakan kepandaian Ibn Umran memilih istri yagn tentunya cantik jelita dan dari keluarga terpandang. tentu hal yang masuk akal bila Ibn Umran yag kaya da tampan mengambil gadis bangsawan. Siapa yang dapat menolak nya?
 Maka Muslim bin Umran berkisah mengenai masa mudanya.
Ia adalah pemuda petualang, suka berkelana, menimba ilmu. Hingga suatu hari tibalah di Balakh, ibukota Khurasan. Seorang Imam sholih bernama Abu Abdullah al Balakhi tengah membicarakan sebuah hadits dalam majelis,
“….seorang wanita yang hitam lebih baik dari wanita cantik yang mandul.”
Muslim bin Umran , yang muda dan penuh gairah, merasa belum pernah mendengar hadits tersebut. Apalagi penjelasan al Balakhi demikian mengesankan. Al Balakhi mengatakan bahwa, bahasa Arab sangat tinggi muatan sastranya. Rasulullah Saw senantiasa menghindarkan kata-kata celaan yang menyakitkan.
Al Balakhi mengatakan, bahwa makna “hitam” adalah salah satu istilah tersendiri, bukan makna hitam sesungguhnya. Hitam yang dimaksud adalah apa yang dibenci kaum lelaki dari wanita dalam hal bentuk dan rupa; menunjukan wanita yang tubuh dan auratnya tidak memenuhi selera. Ini dipakai Rasulullah Saw untuk mengangkat derajat & harkat wanita.
Al Balakhi melanjutkan, seorang perempuan yang cacat dan tidak cantik di mata orang lain, akan tampak menarik di mata anak-anaknya; bahkan lebih cantik dari ratu singgasana. Itulah penglihatan batin yang merasuk ke kedalaman makna. Jika menukik ke kedalaman jiwa, akan tampak kecantikan & keindahannya. Kehormatan perempuan terletak pada fitrah keibuannya. Meski perempuan itu jelek rupanya, jika ia memiliki fitrah keibuan maka ia jauh lebih cantik dari perempuan yang idnah raut wajahnya tetapi tidak menunjukkan fitrah sejatinya.
Hati dan akal harus diutamakan sebab mereka adalah dua pertiganya, bukan justru  sepertiga yang  harusdiutamakan.
Sembari menceritakan ulang ksiah perjalanan masa mudanya bertemu Al Balakhi, Muslim bin Umran menambahkan ayat,”…sekiranya engkau membenci sesuatu sedang di sana Allah SWT memberikan banyak kelebihan dan kebaikan padanya…           
Ibn Aiman melompat gembira.
“Ini adalah kata-kata malaikat yang kudengar dari lisanmu kawan, ya Umran!”
“Apalagi jika kau dengar sendiri dari Abdullah Al Balakhi,” jawab Muslim. “Dialah yang membuatku suka pada yang jelek, cacat dan hitam. Setelah aku melihat diriku secara jujur , aku menginginkan istri yang berinsan kamil, berakhlaq mulia. Aku tak peduli apakah ia cantik, manis ataupun jelek dan buruk rupa. Jika kewanitaan yang dicari itu ada pada setiap wanita, tetapi untuk akal belum tentu ada pada setiap wanita.”

Maka kemudian, Muslim bin Umran meminang seorang gadis.
Siapa oraagntua si gadis, tidak terlalu disebut. Sebut saja namanya syaikh Ahmad. Syaikh Ahmad menolak puluhan pelamar, menjaga putrinya dengan ketat dan menerima Muslim bin Umran. Ketika malam pertama Muslim melihat sang perempuan, seketika teringatlah ucapan Al Balakhi.
Di hadapannya berdiri seorang yang jelek dan cacat.
Tetapi gadis itu, dengan rendah hati memegang tangannya,
“Tuanku, akulah rahasia yang dijaga ayahku demikian ketat. Ia menerimamu sebab percaya padamu. “
Gadis itu mengambil kotak perhiasan.
“Ini adalah hartaku. Allah SWT menghalalkan Tuan mengambil istri lagi. Pakaialah harta ini jika Tuan mengiginkan kecantikan.”
Muslim bin Umran, demikian teringat akan nasehat Al Balakhi. Dengan lemah lembut ia berkata,
”Demi Allah, percayalah....kau akan kujadikan sebagian dari duniaku, dari segi apa yang yang dibutuhka pria dari wanita. Aku hanya akan menempatkan kau sebagai satu-satunya dalam hatiku. Kaulah wanita satu-satunya, akan akan menutup rapat mataku untuk wanita lain dan tak akan berpaling.”
Gadis itu, ternyata seorang yang cerdas dan baik hati. Semakin lama terlihat segar dan menyenangkan. Perlahan menghilang kejelekannya, yang tampak hanyalah akal dan kecerdasannya. Ia menjadi istri kesayangan saudagar terkaya Bashra, Muslim bin Umran.
Para tamu di jamuan itu ternganga, terhenyak. tak menyangka seseorang seperti Muslim bin Umran memiliki istri yang jauh dari perkiraan mereka! Mereka merasa sangat malu di hadapan Muslim bin Umran yang memiliki keluhuran budi tak terduga
Ibn Aiman terharu.
Muslim memandangnya tersenyum,
”..lihatlah kedua anakku yang elok, Saudaraku. Kurnia Allah , mukjizat keimanan.....”

*************

                                                            You are
 the real diamond among the strong stones
The real pearl in the dark sea
The shining star in night sky

You are ~Rose~ 
Among the beautiful flowers

all of my beloved muslimah sisters