Senin, 28 Mei 2012

Ah.. Aku Bukanlah Khadijah Yang Mulia

Jika anugrah itu membahagiakan
Maka cinta yang (katanya) merupakan anugrah dariNya
Seharusnya juga membahagiakan
Namun adakalanya
Ada yang merasa tak bahagia dengan cinta
Atau janganlah terlalu dini menyebutnya cinta
Mari kita sebut saja sebuah rasa
Rasa yang berbeda
Yang (lagi-lagi) menggetarkan jiwa
Aha
Mungkin memang belum saatnya
Rasa itu ada
Hingga diri merasa nista dengan rasa
Atau jangan-jangan rasa yang ada
Didominasi oleh nafsu sebagai manusia
Jika itu permasalahannya
Maka titipkanlah rasa pada Sang Penguasa
Biarkan ia yang belum saatnya, bersamaNya
Biarkan waktu yang kan menjawabnya
Hingga Dia mengembalikan rasa itu jika saatnya tiba
Wanita.. wanita...
Selalu saja
Bermain dengan rasa
Maka mendekatlah padaNya
Agar rasa yang belum saatnya
Tetap terjaga
Agar rasa yang ada
Tak membuat hati kecewa
Agar rasa yang dirasa
Tak membuat jauh dariNya
Biarkanlah diri merasa nista dengan rasa
Jika ternyata nafsu tlah menunggangi ia yang belum saatnya
Hingga akhirnya membuat diri menagis pilu karenanya
Menangis karena menyadari bahwa dirinya masih rapuh ternyata
Masih perlu belajar bagaimana mengelola rasa yang belum saatnya
Ya Rabbana
Hamba titipkan rasa yang belum saatnya
Agar ia tetap suci terjaga
Hingga waktunya tiba


aah.. aku bukanlah akhwat tangguh yang bisa memperjuangkan rasa yang terlanjur ada. aku hanya akhwat yang tak sanggup akan rasa yang belum saatnya. karena aku bukanlah Khadijah yang mulia.

*dikutip dari cerpen "ketika akhwat mengajukan diri"

Senin, 21 Mei 2012

Adam (dan Hawa)


Apakah engkau juga mencariku? sama seperti aku mencarimu? kenapa kita harus saling mencari? adakah yang salah diantara kita? Apakah kita sedang dalam ujian-Nya?
——————————————–

Bagaimana  kabar Ayah pagi hari ini?
Pagi ini, Aku sangat ingin menyapamu, menanyakan kabarmu, menanyakan rencana Ayah hari ini, Apakah Ayah sudah sarapan? Apakah Ayah sehat? Apakah Ayah baik-baik? Ah, kenapa aku terus bertanya dan selalu ingin tahu tentang keadaanmu, Ayah?

Ayah,
Aku masih belum bertemu denganmu.Hingga suatu ketika aku bertemu dengan seseorang. Aku merasa dia adalah engkau. Ternyata dia bukanlah engkau. Hingga seseorang datang. Entahlah, hati kecilku mengatakan dia bukan dirimu.

Ayah, dimanakah engkau berada?
Ayah, apakah engkau juga mencariku? sama seperti aku mencarimu?
Ayah, kenapa kita harus saling mencari?
Ayah, kenapa ini seperti kisah Adam dan Hawa?
Ayah, adakah yang salah diantara kita? Apakah kita sedang dalam ujian-Nya?

Ayah,
Apakah karena dosa-dosa kita?
Apakah karena kita sudah melupakan-Nya?
Apakah karena kita tidak menghadirkan Dia dalam tiap waktu kita?
Apakah kita memang belum pantas untuk saling bertemu?
Ayah, apakah Ayah tahu jawabannya?

Ayah,
Pagi ini aku kembali merindukanmu. Perasaan rindu ini tidak seharusnya hadir sekarang. Mungkinkah Dia benar-benar hendak mengujiku, akankah aku memikirkanmu seorang atau aku tetap menjaga hatiku untuk-Nya?

Ayah,
Aku menyembunyikan perasaan rindu ini dalam diri. Aku menumpahkan perasaan rindu ini dalam malam-malam sunyi, dalam kepasrahan sujudku, dalam linangan airmata doaku.

Ayah,
Maafkan aku. Mungkin, karena dosa-dosaku kita masih terhalang untuk bertemu. Mungkin, aku memang belum pantas untuk bertemu denganmu.

Ayah,
Aku baru menyadari ternyata aku memang belum pantas.
Aku terlalu sibuk mencarimu. Tapi, aku tidak melihat diriku sendiri.
Aku terlalu sibuk memantaskan diri untukmu, hanya untuk dunia.
Aku masih terlalu meng’hamba’ kepada makhluk ciptaan-Nya, meng’hamba’ kepada dunia ciptaan-Nya, bukan benar-benar kepada-Nya, kepada Sang Rabb.

Sekarang,
Pagi ini dan pagi berikutnya aku memutuskan untuk tidak mencarimu lagi.
Aku akan memurnikan niatku untuk bertemu denganmu.
Aku akan mempersiapkan diriku sebaik-baiknya.
Aku akan berusaha untuk benar-benar menjadi hamba yang ’pantas’ dihadapan-Nya.

Ayah,
Aku tahu dan engkau pun tahu,
Nama kita berdua telah ditulis di Lauh Mahfudz-Nya.
Seperti Adam dan Hawa, kita sudah ditakdirkan untuk bertemu.
Kelak (entah) bertemu di dunia atau di akhirat.

Ayah,
Bersabarlah, hingga akhirnya Dia mengijinkan kita untuk saling bertemu.
Bertemu dan bersatu untuk lebih dan lebih menghamba kepada-Nya.
Bertemu dan bersatu untuk saling melengkapi perjalanan meraih mahabbah cinta-Nya.

Ayah,
Semoga kelak ketika Dia mempertemukan kita,
Kita berada dalam kerinduan yang fitri,
Keistiqomahan menjaga diri,
Dalam ikatan suci yang bernaung doa dari para malaikat-Nya,
Dalam limpahan keberkahan dan kebarokahan-Nya.

Ayah, Mohonkan doa untuk kita, untuk masa depan keluarga kita, untuk keturunan kita kelak.

Selamat pagi Ayah,
Doaku menyertaimu selalu wahai (calon) Ayah anak-anakku.

Salam,
(Calon) Bunda anak-anakmu
—————————————————————–

*Dikutip dari: Zaheera Z. (Adam (dan Hawa))