True love doesn’t need words,
True love can speak for it self.
Cinta sejati tak perlu ‘dikatakan’,
Karena cinta yang sebenar-benar cinta
Bisa berbicara tentang dirinya sendiri
( Jodie Lake )
Orang boleh mengobral kata ketika mengunkapkan rasa
cinta. Orang-orang sah-sah saja menulis berlembar surat dan menumpahkan segala
perasaan cintanya pada seseorang lewat tulisan itu. Tetapi jika semuanya
berhenti hanya dalam bentuk demikian, maka rasa cinta itu tak lebih dari
sebatas artifisial belaka. Ia cinta cap tong
kosong. Rapuh dan hanya nyaring bunyinya.
Karena itu, cinta pada hakikatnya adalah pengorbanan.
Tak ada cinta tanpa pengorbanan. Postulat ini sudah mendarah daging dalam jagad
percintaan. Cinta karenanya bukanlah jalan
di tempat. Ia harus bergerak. Ia
harus dibuktikan. Itulah mengapa seseorang rela menyelam ke dasar lautan,
terbang menembus batas langit, berjalan bermil-mil mengitari bumi hingga ke
ujungnya karena cinta yang sedemikian.
Dan puncak dari pengorbanan itu kiranya adalah
pertaruhan nyawa. Puncak pengorbanan adalah ketika nyawa direlakan untuk
keselamatan yang dicinta. Cinta ibunda kepada anaknya adalah contoh yang paling
nyata. Saat melahirkannya, sang bunda ikhlas sepenuh hati seandainya terambil
nyawanya sekalipun, asal anak yang dikandungnya selamat terlahir ke dunia.
Adakah pengorbanan demi cinta yang lebih besar dari
itu semua?
Abu Bakar mendemonstrasikan cinta yang tak terukur
itu empat belas abad yang lalu. Dalam gelap gua. Ia rela menahan perih dan lara
yang tak terkira. Lebih dari itu, ia ikhlas meregang nyawa ketika bisa ular itu
bekerja menyusuri aliran darahnya hingga membuat bengkak di kakinya, hanya
karena tidak ingin tidur Rasulullah, seorang yang dicintinya melebihi siapapun,
terusik di atas pangkuannya. Ia mengorbankan nyawanya hanya karena “takut
membangunkan” Rasulullah! Amboi, betapa tidak sepadannya antara nyawa dan tidur
terusik??
Tidaklah heran jika sahabat yang satu ini sangat
tinggi kedudukannya di mata Rasulullah SAW, dan para sahabat. Kepadanyalah kita
patut belajar tentang cinta.
Fajar menyingsing. Sinarnya membelah gelap malam dan
menerobos masuk ke celah-celah gua itu.
Rasulullah pun memeriksa bengkak luka di kaki Abu
Bakar. Ia lantas mengusap luka itu perlahan dengan tangannya yang lembut.
Seketika itu juga lenyaplah segala perih. Hilanglah bengkak luka itu. Abu bakar
merasakan kakinya telah kembali seperti semula tanpa sakit yang tersisa.
Kemudian Rasulullah melihat pakaian sahabatnya yang
telah habis terkoyak itu. “Mengapa pakaianmu, wahai Abu Bakar?”
Abu Bakar pun menceritakan semuanya yang telah
terjadi.
Demi mendengar cerita lelaki budiman itu, Rasulullah
pun mengankat tangan seraya mengucap doa, “Ya Allah! Jadikanlah Abu Bakar kelak
di Hari Kiamat pada derajat (pangkat) ku!”
-Jejak-jejak Surga Sang Nabi-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar