Senin, 05 November 2012

Ada Cinta Di Sebalik Gua


True love doesn’t need words,
True love can speak for it self.
Cinta sejati tak perlu ‘dikatakan’,
Karena cinta yang sebenar-benar cinta
Bisa berbicara tentang dirinya sendiri
( Jodie Lake )

Orang boleh mengobral kata ketika mengunkapkan rasa cinta. Orang-orang sah-sah saja menulis berlembar surat dan menumpahkan segala perasaan cintanya pada seseorang lewat tulisan itu. Tetapi jika semuanya berhenti hanya dalam bentuk demikian, maka rasa cinta itu tak lebih dari sebatas artifisial belaka. Ia cinta cap tong kosong. Rapuh dan hanya nyaring bunyinya.

Karena itu, cinta pada hakikatnya adalah pengorbanan. Tak ada cinta tanpa pengorbanan. Postulat ini sudah mendarah daging dalam jagad percintaan. Cinta karenanya bukanlah jalan di tempat. Ia harus bergerak. Ia harus dibuktikan. Itulah mengapa seseorang rela menyelam ke dasar lautan, terbang menembus batas langit, berjalan bermil-mil mengitari bumi hingga ke ujungnya karena cinta yang sedemikian.

Dan puncak dari pengorbanan itu kiranya adalah pertaruhan nyawa. Puncak pengorbanan adalah ketika nyawa direlakan untuk keselamatan yang dicinta. Cinta ibunda kepada anaknya adalah contoh yang paling nyata. Saat melahirkannya, sang bunda ikhlas sepenuh hati seandainya terambil nyawanya sekalipun, asal anak yang dikandungnya selamat terlahir ke dunia.

Adakah pengorbanan demi cinta yang lebih besar dari itu semua?
Abu Bakar mendemonstrasikan cinta yang tak terukur itu empat belas abad yang lalu. Dalam gelap gua. Ia rela menahan perih dan lara yang tak terkira. Lebih dari itu, ia ikhlas meregang nyawa ketika bisa ular itu bekerja menyusuri aliran darahnya hingga membuat bengkak di kakinya, hanya karena tidak ingin tidur Rasulullah, seorang yang dicintinya melebihi siapapun, terusik di atas pangkuannya. Ia mengorbankan nyawanya hanya karena “takut membangunkan” Rasulullah! Amboi, betapa tidak sepadannya antara nyawa dan tidur terusik??

Tidaklah heran jika sahabat yang satu ini sangat tinggi kedudukannya di mata Rasulullah SAW, dan para sahabat. Kepadanyalah kita patut belajar tentang cinta.
Fajar menyingsing. Sinarnya membelah gelap malam dan menerobos masuk ke celah-celah gua itu.
Rasulullah pun memeriksa bengkak luka di kaki Abu Bakar. Ia lantas mengusap luka itu perlahan dengan tangannya yang lembut. Seketika itu juga lenyaplah segala perih. Hilanglah bengkak luka itu. Abu bakar merasakan kakinya telah kembali seperti semula tanpa sakit yang tersisa.
Kemudian Rasulullah melihat pakaian sahabatnya yang telah habis terkoyak itu. “Mengapa pakaianmu, wahai Abu Bakar?”
Abu Bakar pun menceritakan semuanya yang telah terjadi.
Demi mendengar cerita lelaki budiman itu, Rasulullah pun mengankat tangan seraya mengucap doa, “Ya Allah! Jadikanlah Abu Bakar kelak di Hari Kiamat pada derajat (pangkat) ku!”

-Jejak-jejak Surga Sang Nabi-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar